Nama : Arya Dimas Setyawan
NIM : E3119022
Mata Kuliah : Bahasa Indonesia
Hasil Diskusi 3 Teks Opini
Kesimpulan hasil diskusi mengenai 3 teks opini
yaitu Genangan oleh Rainy M.P. Hutabarat, Maksud dan Niat oleh Bambang Kaswanti
Purwo, dan Kata-Kata yang Memuai oleh Bagja Hidayat dalam kuliah daring Bahasa
Indonesia pada tanggal 13 Mei 2020 yang dilakukan melalui grup WhatsApp
adalah sebagai berikut:
Pemuaian kata-kata seperti yang
telah disebutkan pada teks Kata-Kata yang Memuai oleh Bagja Hidayat suatu hari dapat menimbulkan salah paham. Dalam
menggunakan kata-kata memang penting untuk memerhatikan KBBI, terutama dalam
situasi formal. Sedangkan jika suatu kata itu memuai atau melenceng dari arti
yang sebenarnya, selama seseorang yang saling berbicara tersebut dapat mengerti
maksud perkataan satu sama lain, itu tidak masalah karena dalam percakapan
sehari-hari pun juga sering menggunakan kosa kata yang melenceng artinya dari
KBBI tapi masih saling paham. Penggunaan kata yang sesuai dengan KBBI sangat
tepat jika digunakan dalam situasi formal seperti rapat, konferensi, dan lain
sebagainya, agar tidak menimbulkan kesalahpahaman yang berakibat fatal.
Sedangkan untuk percakapan sehari-hari, selama orang-orang yang terlibat
percakapan mampu memahami satu sama lain, tidak masalah jika ada beberapa kata
yang tidak sesuai dengan KBBI. Seperti yang terdapat dalam opini, pada kata
drama.
dra.ma
⇢ Tesaurus
n Sas komposisi syair atau prosa
yang diharapkan dapat menggambarkan kehidupan dan watak melalui tingkah laku
(peran) atau dialog yang dipentaskan: dia gemar menonton --
n Sas cerita atau kisah, terutama
yang melibatkan konflik atau emosi, yang khusus disusun untuk pertunjukan
teater
n cak Sas kejadian yang
menyedihkan
Arti kata drama yang tertulis
dalam KBBI daring adalah seperti itu. Akan tetapi di kedupan sehari-hari kita
sering menyebut seseorang 'drama' ketika seseorang tersebut bertingkah
berlebihan atau melebih-lebihkan suatu kejadian. Tentu arti kata 'drama' ini
sudah tidak sesuai dengan KBBI tersebut. Kata yang tidak sesuai dengan KBBI dapat
berarti kata yang tidak baku seperti kata-kata gaul yang banyak digunakan pada
percakapan non formal, seperti gabut, mager, dan kata-kata dari bahasa asing
yang sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Penggunaan bahasa baku
mungkin lebih difokuskan pada acara acara tertentu yang bersifat formal. Selain
itu pemuaian yang terjadi pada sebagian kata-kata tersebut terjadi
karena berkembangnya bahasa dan itu sah sah saja. Karena tujuan utama
dari berkomunikasi adalah menciptakan pemahaman bersama. Selagi lawan bicara paham
maksud kita, itu tidak masalah.
Teks opini yaitu Genangan oleh Rainy M.P. Hutabarat. Arti kata banjir: berair banyak
dan deras, kadang-kadang meluap. Menurut KBBI Arti kata tergenang: terhenti
mengalir. Mungkin yang dimaksud dari Bapak Djarot yang lebih memilih kata
tergenang itu sah-sah saja. Karena jika banjir itu airnya mengalir dan air
tersebut bisa menghanyutkan barang-barang, dan akan dilakukan tindakan
pengungsian. Sementara genangan, memang hanya sekian jam, lalu surut. Pemilihan
kata Pak Djarot mengenai banjir dan genangan itu sama saja, karena banjir itu
volume air yang mengalir sangat besar, kalau genangan itu aliran air yang
tersumbat di permukaan tanah yang rendah, dan dapat surut dengan cepat. Tujuan
dari penggunaan kata 'masak' di kalimat keempat, paragraf pertama dari opini
tersebut kira-kira semacam penekanan untuk pembenaran kalimat setelahnya,
seperti 'benarkah seperti itu seharusnya', misal 'masak' dalam kalimat tersebut
memiliki arti yang sama dengan 'masak' yang digunakan dalam kalimat 'Masak
jawabannya 8?' bukan 'masak' dalam artian mematangkan sesuatu, misal beras,
sayuran, dan lain-lain. Kata tersebut sebenarnya cukup menguatkan suatu bentuk
sindiran. Seharusnya kata tersebut dicetak miring, karena berkaitan dengan gaya
selingkung. Gaya selingkung adalah pedoman tata cara penulisan. Tiap penerbit
memberlakukan gaya yang biasanya berlainan. Ada yang sangat taat KBBI sehingga
mengikuti setiap pergantian istilahnya bila direvisi, ada juga yang hanya
menerapkan sebagian.
Teks
opini yaitu Maksud dan Niat oleh Bambang Kaswanti Purwo. Membahas mengenai
kesamaan dalam pemaknaan, namun dalam penerapannya, kata maksud sering kalik
berlawanan dengan niat. Misal niat dalam bahasa inggris berarti intention, yang merujuk pada suatu
tujuan awal. Sedangkan maksud dalam bahasa inggris adalah mean, cenderung mirip dengan arti atau penjelasan.
Pendapat Terhadap 3 Teks Opini
Pendapat saya mengenai 3 teks opini adalah sebagai berikut:
1. “Genangan” oleh Cerpenis dan Pekerja Media, Rainy M.P. Hutabarat
(Kompas, 6 Jan 2018)
Penentuan makna yang tepat antara banjir dan genangan sebenarnya tidak harus dipikirkan terlalu berlebih untuk
kalangan masyarakat dan media massa. Yang terpikirkan pertama kali saat
mendengan kata banjir adalah ketika
ada luapan air yang banyak yang berasal dari sungai atau sistem perairan
lainnya yang berpotensi masuk ke dalam daerah pemukiman di sekitarnya yang
berdampak pada lumpuhnya aktifitas didalamnya. Sedangkan kata genangan merupakan suatu kumpulan air
yang berada di suatu tempat dengan skala yang kecil dan tidak berpotensi untuk
menimbulkan dampak yang buruk bagi lingkungan pemukiman disekitarnya. Hal yang
menimbulkan pembahasan perbedaan makna kedua kata tersebut muncul dari salah
satu ucapan wakil gubernur DKI Jakarta, Djarot dalam menilai fenomena di
Kampung Arus RW 02, Kramatjati, Jakarta Timur saat dikelilingi air setinggi 70
sentimeter dianggap hanyalah kubangan, tetapi orang-orang menilai itu adalah banjir. Disinilah muncul masalah makna
yang tepat untuk menggambarkan fenomena tersebut, mulai dari pengertian yang diucapkan
oleh Badan Nasional Penanggulangan
Bencana (BNPB), hingga perbandingan definisi antara Dinas Tata Air DKI dengan
Dinas Pekerjaan Umum DKI mengenai genangan
dan banjir. Anglah lebih tepat
apabila sosok pemimpin menggunakan kata yang memiliki makna sesuai dengan
konteks yang sedang dibicarakan. Dalam hal ini Djarot membicarakan tentang
suatu fenomena apakah dapat dikatan sebagai bencana alam atau tidak, maka
definisi yang tepat digunakan adalah dari BNPB karena sesuai dengan konteks pembicaraan
yaitu bencana alam. Dapat disimpulkan bahwa kurang tepat apabila fenomena
tersebut dikatakan hanya sebagai genangan,
padahal itulah yang disebut dengan banjir.
Disamping itu juga harus memperhatikan makna yang terdapat dalam KKBI karena
hal ini merupakan kegiatan yang berfisat formal yang dilakukan oleh pejabat
pemerintahan.
2. “Maksud dan
Niat” oleh Guru Besar Linguistik Uniska Atma Jaya, Bambang Kaswanti Purwo
(KOMPAS, 25 Maret 2017)
Dalam perkembangannya, kata maksud dan niat
seringkali memiliki kesamaan makna dalam penarapannya di masyarakat. Di dalam KBBI
secara sinonim dikatakan pula bahwa maksud
memiliki kesamaan dengan niat. Padahal
apabila dilihat dari segi khas yang terdapat pada kedua kata tersebut, dapat
dilihat perbedaannya. Misal niat
dengan bahasa inggris ‘intention’ memiliki khas yaitu berupa kaul, nazar, janji
pada diri sendiri. Sedangkan maksud dengan
bahasa inggris ‘mean’ memiliki khas berpadanan dengan makna. Keduanya sama-sama
memiliki arti ‘intention’ namun untuk niat
berupa keinginan untuk melakukan tindakan, sedangkan maksud berupa bentuk konteks bertutur (bahasa) bisa juga merupakan
usaha memberi penjelasan. Menurut saya itu sudah cukup untuk menjelaskan
bagaimana maksud dengan niat dapat dikatakan mirip, namun
memiliki perbedaan pula dalam ciri khasnya.
3. “Kata-Kata
yang Memuai” oleh Wartawan Tempo, Bagja Hidayat (Majalah Tempo, 12 Jun 2017)
Perkembangan bahasa Indonesia di
lingkungan sosial memang tidak bisa dihindari, yang sebenarnya mempersulit warga
asing untuk mempelajari bahasa Indonesia secara menyeluruh. Dalam konteks ini
adalah kata-kata yang memuai, suatu kalimat yang disusun dari kata-kata yang
maknanya menyimpang dari KKBI. Di dalam teks tersebut diilustrasikan seseorang
berbicara dengan warga asing mengatakan akan datangnya hujan dengan kalimat “Wah,
mau hujan”. Warga asing tersebut hanya dapat memahami bahwa mau itu adalah
sebuah keinginan, sedangkan yang dimaksud seseorang tersebut adalah akan
datangnya hujan. Tentu hal tersebut membuat bingung bagi seseorang yang beru
belajar bahasa Indonesia, tidak mengenali secara sosial budaya. Karena
munculnya kata-kata yang memuai tersebut adalah hasil dari proses sosial budaya
dalam masyarakat. Tentu lebih tepat dengan bahasa baku ketika seseorang berkomunikasi
dengan warga asing dalam belajar bahasa Indonesia. Komunikasi dapat terjalin
apabila yang diajak berkomunikasi mengerti apa yang dimaksud oleh lawan
bicaranya, tanpa harus menggunakan tata bahasa yang baku. Misal dengan
munculnya fenomena “bahasa gaul”, contohnya adalah kata “mager” yang berasal
dari singkatan malas gerak, yang memiliki maksud sedang tidak ingin melakukan
apapun. Ada juga kata yang maknanya sebenarnya keliru, namun diserap oleh KBBI,
dalam hal ini dicontohkan kata “tegar” yang sebenarnya memiliki makna “kaku”, “keras”, “kering”, yang
merujuk pada “kaku yang kokoh dan diam seperti karang”. Karena dalam bahsa jawa
kata “tegar” diartikan sebagai tabah, maka pemahaman umum terseret pada arti
itu. Hal tersebut tentunya dapat merugikan banyak pihak, tidak hanya warga
asing tapi warga Indonesia sendiri pula karena tidak ada definisi yang pasti
dari contoh beberapa kata-kata yang memuai tersebut.
Itulah yang dapat saya tanggapi dari 3 teks opini tersebut, apabila terdapat kesalahan secara bahasa maupun lainnya saya mohon maaf.
Terima kasih.
Terima kasih.
Komentar
Posting Komentar