Produser : Signe Byrge Sørensen
Perusahaan produksi : Final Cut for Real Denmark
Tanggal rilis : 01 November 2012
Perusahaan produksi : Final Cut for Real Denmark
Tanggal rilis : 01 November 2012
Sebagai penikmat film sejarah,
aku berusaha untuk mencari film-film menarik yang menggambarkan suatu peristiwa
sejarah, khususnya sejarah yang mungkin jarang dibicarakan secara umum. Setelah
melihat film Penumpasan Pengkhianatan G
30 S PKI (1984) yang menapilkan kudeta terhadap para Jenderal Militer
Indonesia kala itu serta kekejaman yang didalangi
oleh Partai Komunis Indonesia (PKI). Saya menemukan sebuah film dokumenter yang
mengemukakan perspektif baru dari peristiwa pasca Gerakan 30 September Partai
Komunis Indonesia atau yang disingkat G 30 S PKI, yaitu film Jagal atau The Act Of Killing (2012).
Film yang disutradarai oleh Joshua
Oppenheimer dengan nominasi Film Dokumenter Terbaik di Academy Awards ini menceritakan perspektif peristiwa pasca G 30 S
PKI dari sosok seorang pencatut tiket bioskop sekaligus preman yang disegani di
daerah Medan bernama Anwar Congo. Anwar dan Herman Koto, anak buahnya dan
kawan-kawannya bernisiatif untuk menceritakan aksi pembunuhannya terhadap para
simpatisan PKI pasca peristiwa G 30 S PKI di daerah Medan dengan merekonstruksi ulang kejadian serta memfilmkannya
bersama Joshua Oppenheimer. Anwar Congo yang berperan sebagai pemimpin
pembunuhan mempraktikkan tragedi pembunuhan tersebut bersama para anggota
Pemuda Pancasila, salah satu ormas yang berpengaruh di Medan. Anwar Congo
dengan kegemaran menonton film Amerika serta goyangan tap-dance dengan alunan “cha-cha” mempraktikkan bagaimana cara
mengeksekusi pembunuhan secara efektif dan tidak meninggalkan banyak darah dengan
mengaitkan kawat ke leher dan ditarik dengan kayu yang sebelumnya diikat di
ujung kawat. Anwar Congo menceritakan bahwa ia sering mengalami mimpi buruk hingga
ditegur oleh mamaknya. Anwar Congo juga
mengenalkan Joshua Oppenheimer dengan sahabatnya yang merupakan pemilik
penerbit koran, petinggi Pemuda Pancasila dan pejabat pemerintahan. Dalam film
ini juga menapilkan berbagai perspektif yang lebih menonjol, ketika Anwar Congo
dan Herman Koto mempraktikkan adegan memotong kepala dan memakan daging
manusia. Film ini penuh dengan konflik batin antara apa yang mereka rasakan
sebagai perjuangan pahlawan dengan realita bahwa mereka melakukan pembunuhan
massal yang keji. Di ujung film ini ditampilkan Anwar Congo dengan
kawan-kawannya beserta para penari memerankan tarian di suatu air terjun yang
menggambarkan akhir yang bahagia.
Menurutku film ini akan
membosankan bagi yang kurang menikmati film sejarah, apalagi dengan durasi 159
menit film ini hanya akan menjadi film pengantar tidur yang mengerikan. Sebagian
dari film ini terkesan seperti kumpulan
video interview, hanya
potongan-potongan rekaman dan bukan suatu bagian dari kesatuan film yang utuh.
Perspektif yang disajikan dalam film ini memang cukuplah menarik, ditambah
berbagai ilustrasi yang diperagakan menampilkan realitas apa yang memang
terjadi pada saat peristiwa pasca G 30 S PKI. Film ini berusaha menampilkan
sejarah apa yang terjadi pasca G 30 S
PKI di Medan dengan sangat ciamik. Aku mengambil suatu kutipan yang menarik
dari film ini, “Itu definisi-definisi kejahatan perang, itu buatan orang yang menang. Saya pemenang.”. Bahwa film ini memberi pesan bahwa sejarah ditulis oleh seorang
yang menang. Namun dibalik semua kejadian yang ditampilkan dari film ini,
sebenarnya bisa dijadikan sebuah pembelajaran untuk kedepannya agar bijak dalam
melakukan, memutuskan, ketika bertindak. Tidak merugikan orang lain dan
generasi-generasi selanjutnya. Bagi kalian yang penasaran ingin memperluas gambaran
peristiwa G 30 S PKI, film ini bisa jadi pilihan untuk ditonton. Kabar baiknya, khusus di Indonesia, film ini bebas ditonton secara gratis, bisa kalian cari di
Youtube dengan kualitas video yang
bagus.
Komentar
Posting Komentar