24/12/2022
Nggak kerasa sudah memasuki hari-hari penutup tahun 2022. Perasaan, 2022 baru aja dimasuki setelah berjuang survive masa-masa pandemi. Masa-masa berat yang banyak tantangan, hambatan, dan keputusasaan, tapi bisa dilalui saja. Kali ini, hari-hari menjelang akhir 2022 dan masih saja heran kenapa bisa bertahan dan melalui semuanya.
Banyak hal-hal baik sudah dilalui dan ditemui juga. Hal baik seperti berbagai kemudahan dalam berproses dan berkehidupan, kelancaran dalam memperoleh informasi dan keuangan, hingga hal kecil seperti bisa membeli jualan anak kecil agar segera pulang. Hal itu perlu disadari dan diapresiasi. Bertemu dengan orang-orang baik yang gak tau bagaimana selalu dipertemukan dan selalu memberikan hal baik atau menjadi hal baik itu sendiri.
Berikutnya, hal yang selalu dihindari dan tidak diinginkan, tapi ada. Hal-hal seperti rasa sakit, penderitaan, kecemasan dan kegelisahan, ketakutan. Beberapa dari kita, termasuk aku sendiri, di tahun ini cukup sering merasakan sakit, kesehatan yang menurun, dampak pandemi, cuaca yang tidak menentu, dan berbagai beban stres yang membuat kekuatan tubuh menjadi lemah. Banyak hal-hal yang membuat kita menjadi terganggu secara mental yang kemudian menjadi permasalahan bahkan memerlukan perotolongan profesional.
Aku sendiri, cukup merasakan keduanya. Aku cukup lega memperoleh keadaan finansial yang bisa dibilang cukup baik. Beasiswa yang selama ini aku tidak pernah dapatkan, akhirnya ada yang aku dapat juga. Banyak hal-hal baru yang aku ketahui dan menambah pengetahuanku, hal itu sangat membantuku untuk hal-hal yang aku kerjakan sekarang atau di masa mendatang. Dan, ya, aku cukup senang dapat membantu banyak orang dan berusaha sebisaku untuk menawarkan bantuan. Aku juga merasakan beberapa kali sakit. Terakhir, masalah pencernaan yang sepertinya cukup serius bertahan sampai sekarang. Masalah mental yang tidak selesai begitu saja dan sepertinya juga butuh bantuan profesional.
Aku sekarang merasa sendiri, kesepian, lemah, dan tidak memiliki motivasi atau semangat. Aku merasa seperti di suatu tempat yang sepi, meskipun lingkungan yang sebenarnya terasa atau terlihat sangat ramai. Aku juga dipenuhi oleh rasa kekecewaan dan rasa penyesalan terus menerus. Aku merasa bahwa aku telat dalam banyak hal, sulit untuk belajar dan berlatih atau berusaha untuk ke titik di mana aku bisa sama dengan yang lainnya. Aku rasanya seperti tertinggal, bukan karena perasaan saja, tapi memang banyak hal yang seharusnya ada di orang pada umumnya, belum ada di diriku. Tekanan juga banyak muncul, aku sepertinya belum layak memikul tanggung jawab yang tidak dapat aku tolak selagi aku hidup. Rasanya, aku belum siap saja, tapi harus dihadapi.
Aku merasa aku bukanlah anak yang baik, tapi juga aku merasa diperlakukan tidak baik sebagai anak. Aku juga merasa menjadi kakak yang tidak baik, aku suruh adik-adikku menemukan 'kaca' mereka sendiri, menemukan diri mereka sendiri tanpa perlu menjadikan kakaknya panutan. Karena, aku bukanlah orang yang layak menjadi panutan, banyak orang di luar sana yang mungkin ideal bagi adikku dan bisa menjadi panutannya. Aku juga tidak bisa berbuat apa-apa ketika adikku sedang kesusahan, aku hanya sering diam. Teman-temanku juga mengatakan demikian, kamu sering diam, kenapa kamu tidak terbuka saja? Aku sudah berusaha dengan itu, tapi seolah teman-temanku tidak peduli dengan itu dan akhirnya aku memilih diam.
Akhir-akhir ini aku membuat keputusan yang cukup sulit, meninggalkan impian orang lain yang mungkin sangat diidamkan, mundur dari prosesku sebagai mahasiswa di kampus UI. Alasannya, banyak sekali, selain permasalahan kesehatan, juga finansial yang menentukan kesehatan juga, aku sendiri merasa tidak layak dan uang yang aku gunakan kuliah lebih baik untuk adik-adikku saja. Aku merasa bersalah ketika adikku kesulitan aku tidak berbuat apa-apa dan aku tidak bisa lagi merasakan kasih sayang dari orang tua. Perasaan ini semakin kaku saja rasanya, apalagi sama orang tua. Terasa jauh seperti asing, yang kecil sangat merindukan, hingga sempat membenci, dan sekarang lebih tidak peduli.
Rasanya aku lebih baik dihukum saja, apa yang sudah diupayakan rasanya sia-sia dan gagal. Mungkin yang dikatakan guruku itu benar, aku memang sebenarnya ga pinter-pinter amat, banyak hokinya aja. Kalaupun berhasil, itu bukanlah hal yang sepadan dengan usahanya. Banyak ruginya. Daripada semakin kecewa dan tidak menemukan apa yang sebenarnya mendasari aku bisa termotivasi untuk hidup, lebih baik akhiri saja secepatnya. Aku merasa hidup seperti zombie berjalan, yang penting bisa berjalan dan makan, tidak peduli lagi hal lainnya dan tidak termotivasi untuk apapun itu.
Yang cukup melegakan adalah setelah menonton series Alice in The Borderlands, karena aku merasa cukup relate dengan tokoh utamanya yang benar-benar kehilangan arah hidupnya. Setidaknya, dia memiliki tekad dan kemampuan yang luar biasa, dan menemukan alasan hidupnya bersama orang yang mau menerimanya. Akupun ingin seperti itu, tapi dunia ini bukanlah sebuah film yang bisa diatur sesuai kemauan kita.
Sampai jumpa. Semoga jika ada kesempatan, kita dipertemukan di tahun berikutnya.
Komentar
Posting Komentar